24 Nov 2010

Tujuan pulang saya ke Jawa bukan karena hanya bertemu keluarga, tetapi menyambung silaturrahmi antar teman. Itulah sebabnya setelah membolang dari Surabaya, saya nekat ke Pare (Kediri) untuk menyambangi teman saya waktu di Unpad dulu. Namanya Rikma dan saat itu dia sedang menghabiskan waktu liburan tiga bulannya untuk belajar di Desa Tulungrejo, Kampung Inggris, Pare. Keinginan saya bertambah kuat ketika dia berniat mengajak saya untuk pergi ke Gunung Bromo bersama rombongan temannya. Tanpa ragu, saya langsung tancap gas menuju Bungurasih atau terminal Purabaya untuk naik bus dari sana. Untuk mencapai daerah Tulungrejo, Pare, saya naik bus Rukun Jaya dengan membayar dua puluh ribu rupiah. Sampai disana, sambil bingung-bingung arah jalan, akhirnya saya memutuskan naik becak ke alamat yang dituju. Sepanjang perjalaan, saya agak kaget melihat jarangnya motor atau mobil yang digunakan. Rata-rata anak-anak disini memakai ontel. Barusan saya tahu dari Rikma, ontel disini gampang didapatkan karena terdapat rental ontel perbulan. Banyak anak-anak dari luar daerah belajar ke bimbingan belajar bahasa Inggris menggunakan transportasi dengan ontel. Saya disini tinggal di rumah kos Rikma. Tidak berlama-lama, malamnya kami melanjutkan perjalanan ke Bromo bersama 60 orang anak bimbel Inggris Pare, saya ikut travel denga perjalanan ke Bromo dan air terjun Cubang Rondo (Malang). Tepat jam sepuluh malam, kami berangkat menuju Bromo. Jangan tanyakan apa-apa yang saya bawa, meski bawa backpack yang besar, jaket dingin, kupluk, maupun syal saya sama sekali tidak dibawa. Tidak jauh dari puncak untuk melihat Bromo, kami berganti transportasi. Dan ternyata mobil travel lain rusak sehingga mobil yang kami pakai kembali untuk menjemput yang lain. Jadilah kami dari setengah rombongan harus menunggu mereka dengan kedinginan menunggu di luar.

Setelah rombongan yang lain datang, akhirnya kami bersama diangkut oleh pick up. Bayangkan, sudah dingin, ditambah lagi dinginnya dengan anginnya gunung. Brrrrrrrrrr! Belum sampai diatas, bayangkan, macet! Ternyata begitu banyak transportasi yang sudah stay di puncak untuk mengamati Bromo. Karena pick up tidak bisa naik sampai atas, akhirnya kami melanjutkan naik ojek ke atas. Sampai diatas, kita langsung bergegas ke tempat pengamatan Bromo dan NAUJUBILAH. Isinya semua bule yang berebut untuk mengabadikan sunset dan Bromo. Kami yang sudah kecil-kecil ini tidak bisa nyempil pula. Akhirnya saya nekat nyempil, keluar dari batas pagar pengamatan. Rikma juga begitu. Subhanallah, kerenlah itu gunung.


me and my new friends

Ketemu banyak bule, teman saya, Rikma yang curi-curi waktu buat having conversation sama turis Austria dan Jepang, sedangkan saya celingukan dan senyum-senyum aja ( takut ketahuan, bahasanya jelek). Setelah puas menikmati sunset, pemandangan Bromo, serta panasnya matahari, kami menuju ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kita melanjutkan perjalanan ke tempat itu, yang tidak jauh dari situ dengan menaiki pick up. Taman nasional ini dikelilingi banyak gunung. Saya sampai speechless kala melihat gunung hijau yang luar biasa indahnya.



Saya dan Rikma juga naik ke atas untuk melihat kawah.
Ada juga foto-foto lain yang kami abadikan ketika di kawah dan sekitarnya. Ketika turun dari kawah, kita naik kuda. Oiya, di Taman nasional ini tedapat pura yang digunakan untuk sesembahan. Alhamdulillah, disini jepretan lomo saya sangat maksimal sehingga hasilnya juga luar biasa.
Setelah puas menghabiskan waktu di taman nasional ini, kita langsung lanjut ke Air terjun Cubang Rondo (Malang). Air terjun terjun yang merupakan asal dari gunung Kawi ini menjadi kawasan wisata pada tahun 1980. Asal usul air terjun ini adalah ketika sepasang suami-istri Dewi Anjarwati – Raden Baron Kusuma pergi ke Gunung Anjasmoro. Tiba-tiba mereka dihadang oleh Joko Lelono yang terpikat oleh Dewi Anjarwati. Raden Baron lalu menyarankan pada istrinya untuk bersembunyi di tempat yang ada Cubannya (air terjun). Akhirnya pertengkaran tidak dapat dihindarkan dan Raden Baron meninggal. Dewi Anjarwati menjadi Rondo (janda) dan itu mengapa sebabnya air terjun ini dinamai Cuban Rondo.


Saya bisa rasakan memang Malang itu cuacanya enak, tidak seperti Makassar ataupun Jakarta.
Perjalanan ini menjadi klimaks saya dalam ber-backpacking kali ini. Makasih buat semua orang yang udah ngebantuin saya selama backpackingan. Keluarga Ambon yang baik banget sama saya di kapal, Dedengkot mbah, pakde, Bukde, dan adek-adek Kangean-Sumenep, Mas Nono di Surabaya, Rikma dkk di Pare, Tante Eni, nenek padang dan Uni Ranti Akhirnya rute Sumenep - Kangean - Surabaya - Pare- Bromo - Cubang Rondo – Jogja dapat diselesaikan.
 

Copyright 2010 a piece of mind.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.